Senin, 21 Desember 2015

Novel ini merupakan karya penting bagi Ernest Hemingway sang penulis. Sebuah karya yang mengantarkannya meraih nobel sastra 1953, penghargaan tertinggi terhadap karya sastra untuk keahliannya terhadap seni narasi dalam The Oldman And The Sea. Dengan atribut tersebut tentunya buku ini menjadi bahan bacaan fiksi yang punya pesona.
Novel ini bercerita tentang Santiago seorang nelayan tua bersahaja yang berjuang untuk melawan kesendirian dalam menghadapi nasib sial yang menimpanya. “Lelaki tua yang pegi ke laut seorang diri dalam perahunya di arus teluk itu telah berlayar selama 84 hari. Selama empat puluh hari pertama seorang bocah menemaninya. Tetapi setelah 40 hari tidak mendatangkan hasil, orang tua si bocah mengatakan pada anaknya bahwa lelaki tua itu itu sekarang akhirnya benar- benar menjadi salao, bentuk terburuk dari keadaan sial..,”
Manolin bocah yang biasa menemaninya berlayar harus mengikuti kemauan orang tuanya untuk tidak ikut perahu Santiago sang nelayan tua. Hal ini menjadi konflik tersendiri bagi sang tokoh utama.
Jalan cerita berlanjut dengan pelayaran Santiago berteman tubuh tuanya. Dia berlayar jauh ke tengah lautan, jauh di antara nelayan lainnya. Berharap mendapatkan tangkapan ikan dan pulang kembali membawa harga diri nya sebagai seorang nelayan.
Pada awal sampai seperempat bagian dari buku ini di dominasi dengan narasi deskripsi pelayarannya dan di alog antara Santiago dan pikiran perasaan serta tubuh tuanya sendiri. Pikirannya tentang hidup, perasaan sepi yang meliputinya dan ringkih tubuh tuanya. Mungkin yang di butuhkannya hanya seorang teman dan seekor ikan yang besar.
Saat mencapai bagian tengah dari buku, merupakan klimaks cerita, harapannya mendapatkan ikan akhirnya tercapai, kailnya di makan ikan sangat besar, tangkapan besar selama hidupnya. Butuh perjuangan dan kesabaran tinggi untuk menaklukannya, hingga dalam pergumulannya menaklukan ikan tersebut ia dan perahunya terseret berhari- hari jauh ke tengah hingga akhirnya ikan itu dapat di tangkap.
Dari sekian banyak novel yang saya baca, buku ini yang paling unik. Novel setebal 128 halaman ini punya kerangka penceritaan yang terbatas seperti cerpen akan tetapi bisa di deskripsikan menjadi narasi setebal 128 halaman akan tetapi tidak bertele- tele. Kebanyakan diksi dalam buku ini bersifat naratif, tidak terlalu berbunga- bunga seperti layaknya novel pada umumnya.
Saya berpikir,kenapa penulis tidak mengambil banyak tokoh dengan banyak latar dan peristiwa yang saling berkaitan sehingga elemen penceritaan menjadi sangat luas?
Karena itu buku ini cukup membosankan bagi yang menginginkan hiburan, tetapi sangat ideal untuk di jadikan acuan dalam seni ber narasi.



0 komentar:

Posting Komentar